Metode interpretasi yang dilakukan oleh hakim dalam usaha penemuan hukum ada bermacam-macam, yaitu :
- Interpretasi atau penafsiran gramatikal
- Interpretasi sejarah
- Interpretasi sitematis
- Interpretasi sosiologis
- Innterpretasi teleologis
- Interpretasi otentik
- Freis ermessen
Interpretasi atau penafsiran gramatikal :
ketentuan atau kaedah diartikan oleh masyarakat sebagai bahasa sehari-hari. (misalnya arti kendaraan)
Interpretasi sejarah :
diartikan dengan menafsirkan suatu ketentuan hukum dengan melihat alasan-alasan terbentuknya suatu undang-undang itu.
Interpretasi sitematis :
yaitu menafsirkan beberapa ketentuan hukum yang mengatur tentang hal yang sama. Misalnya dalam menafsirkan cakap hukum, harus dilakukan penafsiran sitematis antara ketentuan BW, UUP, UU 13 tahun 2003 dan lainnya.
Interpretasi sosiologis :
yaitu suatu interpretasi yang menghubungkan dengan sebab-sebab atau faktor apa dalam masyarakat atau perkembangan masyarakat yang dapat memberikan penjelasan mengapa pembuat undang- undang membuat rancangan undang-undang
Interpretasi teleologis :
yaitu suatu interpretasi dengan memperhatikan tujuan dibuatnya suatu ketentuan hukum. Misalnya tujuan dibuatnya UU No. 1 Tahun 1974 adalah untuk usaha mensukseskan program pembangunan nasional di bidang keluarga berencana.
Interpretasi otentik :
yaitu suatu interpretasi yang diberikan oleh undang-undang itu sendiri. Biasanya ditempatkan dalam ketentuan pasal 1
Freis ermessen.
Keleluasaan interpretasi oleh hakim. Apabila tafsiran otentik dirasa kurang memberikan keyakinan pada hakim, maka hakim dengan keyakinan sendiri dapat menafsirkan ketentuan hukum dengan memperhatikan pendapat dari saksi ahli dan perkembangan masyarakat. Kebebasan hakim untuk menerapkan undang-undang sesuai dengan pandangan dan keyakinannya disebut freis ermessen.
0 Comments
Post a Comment