Pegadaian Dalam Perspektif Islam | Materi Kuliah Ilmu Ekonomi

Pegadaian Dalam Perspektif Islam | Materi Kuliah Ilmu Ekonomi

Islam mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup saling tolong-menolong dengan berdasarkan pada rasa tenggung jawab bersama, jamin-menjamin, dan tanggung-menanggung dalam hidup bermasyarakat. 

Begitu juga halnya dalam memberikan pinjaman uang kepada orang lain yang amat membutuhkan, tetapi dengan dibebani kewajiban tambahan dalam membayarkannya kembali sebagai imbalan jangka waktu yang telah diberikan memberatkan pihak peminjam.

Islam mengajarkan pada umatnya untuk menjungjung tinggi nilai-nilai kemaslatan, karena dengan begitu umat manusia akan terhindar dari kezaliman dan praktik ketidakadilan. Maka berikut suatu alternatif mekanisme pembentukan laba gadai yang sesuai dengan prinsip syari’ah dapat dibentuk secara:

a. Akad Rahn.
b. Akad Bai’ Al-Muqayadah.
c. Akad Al-Mudharabah.
d. Akad Al-Qardhul Hasan.
Perbedaan Rahn dengan Gadai | Materi Kuliah Ilmu Ekonomi

Perbedaan Rahn dengan Gadai | Materi Kuliah Ilmu Ekonomi

Perbedaan Rahn dengan Gadai:


  1. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong tanpa mencari keuntungan; sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan.
  2. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak; sedangkan dalam hukum Islam, hak Rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
  3. Dalam Rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga uang.
  4. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian; Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.
Aspek-Aspek Pendirian Gadai Syari’ah.

Adanya keinginan masyarakat untuk berdirinya lembaga gadai Syari’ah dalam bentuk perusahaan, mungkin karena umat Islam menghendaki adanya lembaga gadai perusahaan yang benar-benar menerapkan prinsip Syari’ah Islam. 

Untuk mengakomodir keinginan ini perlu dikaji berbagai aspek penting, antara lain:

  1. Aspek Legalitas.
  2. Aspek Pemodalan.
  3. Aspek Sumber Daya Manusia.
  4. Aspek Kelembagaan.
  5. Aspek Sistem dan Prosedur.
  6. Aspek Pengawasan.
Pengertian Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional | Materi Kuliah Ilmu Ekonomi

Pengertian Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional | Materi Kuliah Ilmu Ekonomi

Pengertian Asuransi Syari’ah

Asuransi dalam bahasa Arab disebut at-ta’min yang diambil dari kata (أمن) yang memiliki arti perlindungan. 

Penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. 

Kata asuransi (at-Ta’min) dalam hukum Islam adalah “Transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat”

Asuransi Konvensional



Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang berarti “pertanggungan”. Dalam bahasa Belanda, asuransi berasal dari kata assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. 

Definisi baku Asuransi dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian Pasal 1, yaitu perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri dengan pihak tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang akan mungkin diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Ruang lingkup usaha asuransi sendiri adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup dan meninggalnya seseorang.